Jumat, 30 April 2010

pelupa

Menjadi pelupa dapat menyebabkan kita mengalami stres, terutama kalau sampai membuat pekerjaan terhambat. Namun, jangan lupa bahwa kadang kita menjadi pelupa justru karena stres.

Seorang ibu berusia menjelang lansia, sangat cantik, hadir di sebuah ruang konsultasi psikologi. Meski berdandan sangat rapi dan serasi, ekspresi wajah dan gerak tubuhnya menunjukkan ketegangan yang luar biasa.

Masalah yang pertama dikemukakan adalah problem ingatan (memori) yang menurutnya sangat parah. Ia sangat sering lupa di mana meletakkan buku-buku yang biasa di pakai untuk mengajar, lupa meletakkan dompet yang baru saja dipegang, dan sebagainya.

Sepintas, masalah lupa itu sepertinya persoalan biasa yang juga dihadapi orang-orang lain ketika usia semakin lanjut. Pada ibu ini tampaknya ada persoalan lain yang tidak sederhana. Ketegangannya pada saat itu merupakan petunjuk bahwa ia mengalami stres berat.

Penampilan yang elegan dan tutur kata yang cukup runtut tidak dapat menutupi stresnya. Selain ekspresi wajah yang tegang dan gerak tubuh resah, gelombang suaranya tidak stabil, mengesankan ia memiliki problem pernapasan. Ia bertanya kepada psikolog itu, “Menurut Anda saya tampak stres atau tidak?”

Dimulai dengan pertanyaan psikolog mengenai kapan ia mulai mengalami problem memori, sang ibu menjelaskan bahwa ini terjadi sejak ia masih muda, yakni sebelum lulus sarjana. Waktu itu seorang teman karib mengomentari bahwa ia mengalami kemunduran, tidak secerdas dulu, dan ia sendiri membenarkan hal itu. Kita tahu bahwa kecerdasan adalah fungsi kognitif, termasuk memori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar